17 Oktober 2024 admin
Ekstrak Daun Beringin Sebagai Biotermitsida Pembasmi Rayap
A. Latar Belakang Masalah
Rayap merupakan salah satu serangga yang termasuk kedalam kategori hama, dikatakan demikian karena rayap menimbulkan kerugian secara ekonomi bagi masyarakat. Rayap dapat kita jumpai dibanyak tempat, di hutan, pekarangan, kebun, di dalam rumah bahkan di sekolah. Sarang rayap biasanya terdapat pada tempat yang lembab di dalam tanah dan batang kayu basah, namun ada juga yang hidup di dalam kayu kering. Sekolah merupakan salah satu tempat yang sebagian besar furniturnya berbahan dasar kayu, tak sedikit pula kayu-kayu yang rapuh karena rayap. Rayap biasanya dibasmi dengan menggunakan tesmitsida kimia yang harganya masih relativ mahal dan tidak ramah lingkungan.
Permasalahan rayap dapat ditemukan pula di SMP Negeri 1 Seyegan. Seperti yang kita ketahui barang-barang yang ada di sekolah mayoritas berbahan kayu, jika kayu yang digunakan memiliki kualitas yang rendah maka rayap akan mudah hidup dan berkembang biak disana. Selain itu di SMP Negeri 1 seyegan juga terdapat kertas-kertas yang tidak terpakai dan menumpuk di tempat yang lembab sehingga muncul rayap dan berkembang biak disana.
Dalam mengatasi permasalahn tersebut, maka perlu dilakukan alternatif pembasmi rayap. Pada penelitian yang berjudul Efektivitas Ekstrak Daun Agave Dan Daun Beringin Sebagai Biotermitsida Pembasmi Rayap (2019) dilaporkan bahwa ekstrak daun agave yang dicampur dengan daun beringin dapat dibuat menjadi cairan pembasmi rayap alami, namun pada penelitian tersebut masih perlu pengembangan lebih lanjut. Selain itu Purnobasuki (2004) mengungkapkan bahwa tumbuhan mangrove dapat digunakan sebgaai insektisida dan peptisida tradisional. Hal ini berarti, banyak tumbuhan berpotensi sebagai insektisida alami.
Tumbuhan beringin merupkan tumbuhan yang tumbuh di kawasan tropis. Tumbuhan beringin memiliki nama latin Ficus Benjamina. Hasil uji fitokimia ekstrak etanol daun beringin diketahui mengandung senyawa matabolit sekunder flavonoid, alkaloid dan steroid, saponin, dan polifenol. Secara kualitatif dilihat dari intensitas warna sebagai reaksi positif dari beberapa pereaksi fitokimia, diduga bahwa senyawa golongan steroid sebagai kandungan utama (mayor) pada daun beringin. Alkaloid dan saponin merupakan senyawa yang bersifat racun bagi organisme. Sebagaimana yang diungkapkan Wardani dan Mifbakhuddin (2010) bahwa saponin dan alkaloid merupakan stomach poisonic atau racun perut pada serangga Aedes aegypti.
SMP Negeri 1 Seyegan memiliki berbagai jenis tanaman, salah satunya adalah pohon beringin. Pohon beringin di SMP Negeri 1 Seyegan sudah tumbuh bertah-tahun sehingga ukurannya sudah cukup besar dan rindang. Pohon beringin tersebut berada di depan kelas IX D. Karena pohon beringin tersebut cukup rindang sehingga menimbulkan permasalahan yaitu adanya sampah organik yang disebabkan dari daun yang berguguran. Daun beringin yang berguguran tersebut jumlahnya tidak sedikit setiap harinya, bahkan ketika sudah dibersihkan di pagi hari, akan tetapi di siang hari daun beringin tersebut akan berguguran kembali dan menimbulkan sampah lagi.
Berdasarkan data dan permasalahan-permasalahan di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk permasalahan yang disebabkan oleh rayap dan daun beringin yang berguguran. Oleh sebab itu penulis melakukan penelitian dengan judul Ekstrak Daun Beringin Sebagai Biotermitsida Pembasmi Rayap
B. Jenis Inovasi
Inovasi Non Digital
C. Manfaat Inovasi
Adapun manfaat yang diharapkan dari inovasi ini adalah :
D. Dampak Inovasi
Inovasi ekstrak daun beringin menjadi cairan pembasmi rayap ini diharapkan mampu
E. Penerapan Inovasi
Daun beringin diperoleh dari lingkungan SMP Negeri 1 Seyegan.
Berikut merupakan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk pembuatan inovasi yaitu,
Dalam penelitian ini ekstrak daun beringin dibuat menjadi tiga jenis konsentrasi yaitu konsentrasi 5% (B1), 10% (B2), dan 20% (B3). Pembuatan ekstrak daun beringin dilakukan dengan cara menghaluskan daun beringin menggunakan mortar, kemudian ditambahkan aquades dan diaduk hingga homogen, kemudian disaring menggunakan saringan. Ekstrak daun beringin yang berupa larutan kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass. Adapun komposisi bahan yang digunakan, dijabarkan pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi bahan pembuatan ekstrak daun beringin
| Bahan-bahan | Konsentrasi | ||
| 5% | 10% | 20% | |
| Daun Beringin | 5 gr | 10 gr | 20 gr |
| Aquades | 95 ml | 90 ml | 80 ml |
Setelah ekstrak daun beringin dibuat, selanjutnya adalah pengaplikasian ekstrak beringin kesampel rayap. Rayap dan sarangnya diambil dari kayu yang sudah rapuh di sekolah kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass. Selanjutnya dimasukan sebanyak 10 rayap pada setiap petridish ditetesi 10 tetes larutan ekstrak daun beringin sebayak 3 kali pengulangan. Kemudian dicatat waktu kematian menggunakan stopwatch.
Persentase moralitas dilakukan dengan menghitung jumlah rayap yang mati setelah aplikasi ekstrak daun beringin pada rayap. Dihitung dengan menggunakan rumus Abbott dalam Patahuddin (2005) sebagai berikut:

Keterangan:
P = Persentase moralitas
a = jumlah rayap yang mati
b = jumlah rayap yang hidup
Aktifitas setiap konsentrasi ekstrak daun beringin dinilai dengan melihat besaran persentase moralitas dan diklasifikasikan ke dalam kategori seperti tercantum pada tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi tingkat aktifitas larutan
| Mortalitas (%) | Tingkat aktifitas | Simbol |
| m ≥ 95% | Sangat kuat | A |
| 75% ≤ m < 95% | Kuat | B |
| 60% ≤ m < 75% | Cukup kuat | C |
| 40% ≤ m < 60% | Sedang | D |
| 25% ≤ m < 40% | Agak lemah | E |
| 5% ≤ m < 25% | Lemah | F |
| m < 5% | Tidak aktif | G |
Tabel 3. Presentase moralitas rayap
| Perlakuan | Konsentrasi | Pengulangan/persentase | Rata-rata | Rata-rata moralitas | ||
| 1 | 2 | 3 | ||||
| Daun Beringin | 5% (B1) | 100 | 100 | 100 | 100 | 100 |
| 10% (B2) | 100 | 100 | 100 | 100 | ||
| 20% (B3) | 100 | 100 | 100 | 100 | ||
Tabel 4. Pengaruh konsentrasi ekstrak daun beringin (F. Benjamina) terhadap waktu kematian rayap
| Ulangan | Waktu kematian rayap tiap konsentrasi (menit) | Kontrol positif | Kontrol negatif | ||
| B1 | B2 | B3 | |||
| 1 | 00:01:32,97 | 00:01:59,41 | 00:01:04,06 | 00:00:23,01 | 00:20:25,96 |
| 2 | 00:02:07,38 | 00:01:15,04 | 00:01:39,01 | 00:00:16,66 | 00:20:35,10 |
| 3 | 00:02:38,38 | 00:01:43,51 | 00:01:45,81 | 00:00:15,80 | 00:20:33,05 |
| Rata-rata | 00:02:06,24 | 00:01:39,32 | 00:01:29,62 | 00:00:18,49 | 00:20:31,37 |
Mortalitas rayap disebabkan senyawa flavonoid dan saponin dalam ekstrak daun beringin yang bersifat racun bagi organisme sehingga menyebabkan kematian. Hutapea et al. (1994) melaporkan bahwa daun, akar, dan kulit batang F. benjamina L mengandung flavonoid, saponin, dan polifenol. Utami (2010) melaporkan bahwa saponin dan polifenol pada daun dan buah bintaro bersifat insektisidal paling kuat dalam mengendalikan hama Eurema spp. Selain itu, Dadang dan Prijono (2008) juga melaporkan bahwa saponin bersifat toksik, sedangkan fenolik berperan melindungi tanaman dari patogen.
Dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun beringin mampu membuat rayap mati dengan kecepatan waktu kematian pada konsentrasi 5%, 10%, dan 20% berturut-turut sebesar 00:02:06,24 menit, 00:01:39,32 menit, dan 00:01:29,62 menit.
F. Keberlanjutan Inovasi
Upaya yang dilakukan SMP Negeri 1 Seyegan pad inovasi ini adalah dengan pembuatan ekstrak daun beringin dalam jumlah banyak dan berkala. Untuk mendukung inovasi ini sekolah akan memfasilitasi kemasan untuk produk inovasi yang akan diberi label nama sekolah sehingga dapat dipasarkan dan dikenalkan kepada masyarakat sebagai cairan pembasmi rayap yang ramah lingkungan.
G. Lampiran

Baca Juga
Pengumuman
Agenda